Total Pageviews

Wednesday 28 December 2011

KARAKTER KIMIA GIBERELIN


Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C). Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10), sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.

Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus hydroksil dapat dibedakan menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3 dan nomor 13.

Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’.

 Struktur GA1 (sumber: wikipedia)

 Struktur GA3 (sumber: wikipedia)

 Struktur Ent-Gibberellane (gibbal skeleton) (sumber: wikipedia)
Fungsi Fisiologis Giberelin

Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini(Davies, 1995; Mauseth, 1991; Raven, 1992; Salisbury dan Ross, 1992).
Merangsang batang dengan merangsang pembelahan sel dan perpanjangan.
Merangsang lari / berbunga dalam menanggapi hari panjang.
Breaks dormansi benih di beberapa tanaman yang memerlukan stratifikasi atau cahaya untuk menginduksi perkecambahan.
Merangsang produksi enzim (a-amilase) di germinating butir serealia untuk mobilisasi cadangan benih.
Menginduksi maleness di bunga dioecious (ekspresi seksual).
Dapat menyebabkan parthenocarpic (tanpa biji) pengembangan buah.
Dapatkah penundaan penuaan dalam daun dan buah jeruk.
Genetik Dwarsfism

Penjelasan singkat dari masing-masing fungsi fisiologis tersebut.

Pembungaan
 Peranan giberelin terhadap pembungaan telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Henny (1981), pemberian GA3 pada tanaman Spathiphyllum mauna. Ternyata pemberian GA3 meningkatkan pembungaan setelah beberapa minggu perlakuan.

Genetik Dwarsfism
 Genetik Dwarsfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi genetik. Penyemprotan giberelin pada tanaman yang kerdil bisa mengubah tanaman kerdil menjadi tinggi. Sel-sel pada tanaman keril mengalami perpanjangan (elongation) karena pengaruh giberelin. Giberelin mendukung perkembangan dinding sel menjadi memanjang. Penelitian lain juga menemukan bahwa pemberian giberelin merangsang pembentukan enzim proteolitik yang akan membebaskan tryptophan (senyawa asal auksin). Hal ini menjelaskan fonomena peningkatan kandungan auksik karena pemberian giberelin.

Pematangan Buah
 Proses pematangan ditandai dengan perubahan tekture, warna, rasa, dan aroma. Pemberian giberelin dapat memperlambat pematangan buah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi giberelin pada buah tomat dapat memperlambat pematangan buah. Pengaruh ini juga terlihat pada buah pisang matang yang diberi aplikasi giberelin.

Perkecambahan
 Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam endoperm terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan ‘aleuron’. Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi untuk tumbuh. Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim amilase yang akan merubah pati menjadi gula sehingga dapat dimanfaatkan oleh embrio.

MAKALAH TENTANG PERKEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL MULAI BERLAKUNYA RUMUSAN UNDANG UNDANG TAHUN 1950 SAMPAI 2003


MAKALAH TELAAH KURIKULUM BIOLOGI SMA
MENGENAI :
PERKEMBANGAN TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL MULAI BERLAKUNYA RUMUSAN UNDANG UNDANG TAHUN  1950 SAMPAI 2003



Di Susun Oleh :
                                                            Nama   : Amirul Rosid
                                                            NIM    : 08008049

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kegiatan masyarakat. Meskipun pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namum perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat menyebabkan adanya perbedaan penyelenggaraan termasuk perbedaan sistem pendidikan tersebut. Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang hendak dicapainya, rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan dari pelita ke pelita sesuai dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.
Tujuan pendidikan adalah kualifikasi yang diharapkan dimiliki murid setelah dia menerima atau menyelesaikan program pendidikan pada lembaga pendidikan tertentu.  Indonesia mengalami dua kali pergantian Undang-Undang Pendidikan. Yang pertama adalah UU No.2 tahun 1954, dan yang kedua adalah UU No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.

TUJUAN SEBAGAI FAKTOR PENDIDIKAN

A.     Fungsi Tujuan Pendidikan.
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-komponen pendidikan lainya. Tujuan pendidikan bersifat normatif, yaitu mengandung unsur-unsur norma bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik. Sehubungan dengan fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka menjadi keharusan bagi pendidik untuk memahaminya. Kekurang pahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan kesalahan didalam melaksanakan pendidikan. Gejala yang demikian oleh Langeveld disebut salah teoritis (Langeveld, 1955). Menurut Undang-Undang RI no. 20 tahun 2003, pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B.     Sumber dan dasar perumusan tujuan pendidikan
Dasar rumusan tujuan pendidikan di Indonesia :
1.      Rumusan tujuan pendidikan menurut UU No. 4 tahun 1950, tecatum dalam bab II pasal 3 yang berbunyi “tujuan pendidikan dan pengajaran membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Rumusan tujuan pendidikan ini kemudian dituangkan kembali dalam UU No. 12 tahun 1954 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang sesungguhnya merupakan pemberlakuan kembali UU No. 4 tahun 1950 untuk seluruh wilayah RI. Formulasi cita-cita ini menunjukkan bahwa pendidikan ketika itu telah mengadaptasi pemikiran demokrasi yang tengah berkembang sehingga sifat-sifat ini pula yang ditanamkan kepada generasi mudanya.
2.      Rumusan tujuan pendidikan menurut ketetapan MPR No. II tahun 1960 yang berbunyi tujuan pendidikan ialah mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur material dan spiritual.
3.      Rumusan tujuan pendidikan menurut sistem pendidikan nasional pancasila dengan penetapan Presiden no. 19 tahun 1965 yang berbunyi tujuan pendidikan nasional kita, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan tinggi, supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila, yang bertaggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material yang berjiwa pancasila, yaitu: (a) Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, (b) Perikemanusiaan yang adil dan beradab, (c) Kebangsaan, (d) Kerakyatan, (e) Keadilan Sosial, seperti dijelaskan dalam Manipol/Usdek.” Formulasi ini ternyata tidak bertahan lama karena peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965 yang menyadarkan rakyat tentang motif politik PKI di balik cita-cita pendidikan tersebut. Selanjutnya, pada masa Orde Baru melalui Ketetapan MPRS RI No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah: “Membentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.”
4.      Pada tahun 1973, MPR hasil pemilu mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 yang dikenal dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang di dalamnya menyebutkan rumusan tujuan pendidikan sebagai berikut: “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.” Tujuan ini kemudian mengalami reformulasi kembali dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.”

Beberapa ilustrasi formulasi tujuan pendidikan dalam sejarah Indonesia dapat dipahami bahwa dinamika yang terjadi di dunia pendidikan nasional kita sangat erat terkait dengan dinamika politik, ekonomi, serta sosio-kultural masyarakat. Pendidikan memang diakui sebagai wahana pencerdasan dan pembudayaan masyarakat, tetapi bagaimanapun juga, di samping faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan-kepentingan politik maupun ekonomi senantiasa saja menjadi pertimbangan yang memberi warna dan corak bagi perkembangan pendidikan yang ada.

formulasi cita-cita pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berikut ini:
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional (Pasal 3).
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Pasal 4).
C.     Jenis dan hirarki tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki sebagai berikut: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan intruksional.
1.      Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah manusia yang berjiwa pancasila.
2.      Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing, biasanya tercantum dalam kurikulum sekolah atau lembaga pendidikan yang harus dicapai setelah selesai belajar, Tujuan Institusional ini berbentuk Standar Kompetensi Lulusan.
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
• SKL Satuan Pendidikan & Kelompok Mata Pelajaran
• SKL Mata Pelajaran SD-MI
• SKL Mata Pelajaran SMP-MTs
• SKL Mata Pelajaran SMA-MA
• SKL Mata Pelajaran PLB ABDE
• SKL Mata Pelajaran SMK-MAK
3.      Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi atau mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
4.      Tujuan intruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan yang diajarkan oleh guru. Tujuan intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan intruksional umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK).
a.       Umumnya tujuan intruksional umum berada pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan didalam kurikulum sekolah, khususnya didalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
b.      Tujuan intruksional khusus adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam pelajaran, biasanya dibuat oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran (satpel).


KESIMPULAN

Tujuan pendidikan menduduki posisi yang penting diantara komponen-komponen pendidikan lainya yang memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas dan benar dan indah untuk kehidupan. Maka menjadi keharusan bagi pendidikan untuk memahaminya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam suatu pendidikan (salah teoretis).
Tanpa perumusan tujuan, guru tidak dapat merancang pelajaran, tidak bisa mengukur keberhasilan dari penyampaian pelajaran, dan sukar mengorganisir kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran itu.
Tujuan pendidikan dan pengajaran dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: tujuan umum, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan intruksional (baik intruksional umum maupun intruksional khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Daien indrakusuma, amir. Pengantar Ilmu Pendidikan; sebuah tinjauan teoritis filosofis. Surabaya: Usaha nasional. 1973.
Departemen Agama RI. Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI. 2007.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 1988.
Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja grafindo persada. 2006.
Purwanto, ngalim. Ilmu pendidikan; teoritis dan praktis. Bandung; Remaja rosdakarya. 2007.
Tirta Rahardja, umar dan S.L. La Solu. Pengantar pendidikan. Jakarta: asdi mahasatya. 2005.
www.bnsp-indonesia.org

Pengaruh Hormon Giberelin Pada Tanaman


Giberelin sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjang sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.

Giberelin bepengaruh pada pengembangan dinding sel. Penggunaan giberelin akan mendukung pembentukan enzim proteolitik yang akan membebaskan triptopan sebagai asal bentuk dari auksin. Hal ini berarti bahwa kehadiran giberelin tersebut akan meningkatkan kandungan auksin. Mekanisme lainnya menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell elongation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan mendukung terbentuknya α amylase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.

Pembentukan bunga pada tumbuhan tergantung pada beberapa faktor, termasuk umur dan keadaan lingkungan. Misalnya perbandingan lamanya siang dan malam sangat berpengaruh pada beberapa spesies. Beberapa spesies hanya berbunga apabila lamanya siang hari melewati titik kritis tertentu dan yang lainnya hanya berbunga jika lamanya siang hari lebih pendek dari titik kritis tertentu. Giberelin dapat menggantikan hari panjang yang dibutuhkan oleh beberapa spesies, hal ini pun menunjukkan adanya interaksi dengan cahaya. Giberelin juga memenuhi kebutuhan beberapa spesies pada saat musim dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi).

GIBERELIS SEBAGAI ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT)



Tinjauan Umum Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Dewasa ini secara luas diakui bahwa zat pengatur tumbuh (ZPT) memiliki peran pengendalian yang sangat penting dalam dunia tumbuhan. Saat ini, ZPT tanaman dipergunakan secara luas di dunia pertanian dengan berbagai tujuan, di antaranya penundaan atau percepatan pematangan buah, perangsangan perakaran, peningkatan peluruhan daun atau pentil buah, pengendalian perkembangan buah, pemberantasan gulma, pengendalian ukuran organ, dan lain-lain.
            Pada pertengahan 1800-an, ahli fisiologi tumbuhan bangsa Jerman yang terkenal, Julius von Sachs menduga bahwa bentuk tumbuhan disebabkan oleh adanya kegiatan senyawa-senyawa ”pembentuk organ” yang bersifat spesifik, seperti senyawa ”pembentuk daun”,”pembentuk bunga”, dan lain-lain (Heddy,1996). Namun usaha untuk mengisolasi senyawa-senyawa semacam ini belum berhasil. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa tumbuhan mengandung senyawa-senyawa yang mendorong inisiasi proses-proses biokimia yang akhirnya menyebabkan pembentukan organ dan aspek-aspek tumbuhan lainnya. Secara keseluruhan senyawa-senyawa tersebut disebut fitohormon, yang mendorong inisiasi reaksi-reaksi biokimia dan perubahan –perubahan komposisi kimia dalam tumbuhan (Heddy,1996). Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu berinteraksi dengan fitohormon dan beberapa proses biokimia selama tumbuh dan diferensiasi berlangsung.
            Istilah hormon tumbuhan (fitohormon) diimbas oleh diketahuinya hormon pada hewan dan manusia, yaitu suatu senyawa yang disintesis pada bagian tubuh tertentu, dan dapat ditranspor melalui sistem aliran darah ke bagian tubuh  yang lain untuk mengatur respon fisiologis di tempat itu (Harjadi, 2009). Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain , dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury dan Cleon, 1995). Orang pertama yang memperkenalkan istilah hormon dalam  fisiologi tumbuhan yaitu Fitting pada tahun 1910, dan sejak itu istilah hormon terus digunakan untuk memberi batasan senyawa organik khusus yang terdapat secara alami dengan fungsi pengaturan dalam tumbuhan (Harjadi, 2009).
Menurut Salisbury dan Cleon (1995) sampai sekarang ada lima kelompok hormon yang paling dikenal, walaupun masih banyak lagi yang sudah pasti akan ditemukan. Kelima kelompok yang sudah dikenal itu meliputi auksin,berbagai macam giberelin, beberapa sitokinin, asam absisat dan etilen. Ketika semakin banyak hormon yang dapat dicirikan dan efek serta konsentrasi endogennya dikaji dua hal menjadi jelas. Yang pertama, setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan. Kedua, respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui,dan berbagai faktor lingkungan.
Istilah zat tumbuh mencakup hormon tumbuhan (alami) dan senyawa-senyawa buatan yang dapat mengubah tumbuh dan perkembangan tumbuhan. Nama senyawa tersebut dapat juga menyatakan kegiatan fisiologisnya, misalnya zat tumbuh daun, zat tumbuh akar, dan sebagainya. (Heddy,1996)

Tinjauan Umum Tentang Giberelin
Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di Jepang oleh Kurosawa pada tahun 1926. Kurosawa melakukan penelitian terhadap penyakit ”bakane” yang menyerang tanaman padi. Adapun penyebab dari penyakit ini adalah jamur Giberella fujikuroi (Abidin,1990). Senyawa ini diketemukan ketika ekstrak jamur Giberella fujikuroi, yang menyerang tanaman padi, dapat menimbulkan gejala yang sama pada waktu disemprotkan kembali pada padi yang sehat. Karakteristik dari penyakit ini ialah menyebabkan pemanjangan ruas-ruas yang berlebihan batang dan daun memanjang secara tidak normal, sehingga menyebabkan tumbuhan mudah rebah.
            Penelitian lanjutan dilakukan oleh Yatuba dan Hahayasi pada tahun 1939. Mereka dapat mengisolasi crystalline material yang dapat menstimulasi pertumbuhan pada akar kecambah. Pada tahun 1951,Stodola dan kawan-kawan melakukan penelitian terhadap substansi ini dan menghasilkan “Giberelin A” dan “Giberelin X”. Adapun hasil penelitian lanjutannya menghasilkan GA1,GA2,dan GA3 1926 (Abidin,1990). Hingga tahun 1990 telah ditemukan 84 jenis giberelin pada berbagai jenis cendawan dan tumbuhan (Salisbury dan Cleon, 1995).
Giberelin adalah suatu golongan  ZPT dengan rangka ent-Giberelin yang berfungsi merangsang pemebelahan sel, pemanjangan sel, dan fungsi pengaturan. Semua giberelin bersifat asam dan dinamakan GA (asam giberelat). (Harjadi,2009). Struktur Ggiberelin dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Description: 800px-Gibberellin_A3
Gambar 2.6  Struktur Giberelin

GA3 merupakan  giberelin komersial pertama. Pada awalnya disebut dengan asam gibberelat . GA3 merupakan wakil dari 90 jenis Giberelins yang dikenal dewasa ini. (Harjadi,2009). Struktur GA3 dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Description: k
Gambar 2.7  Struktur GA3
Sumber : Salisbury dan Cleon (1995).

            Menurut Harjadi (2009), secara umum telah diterima bahwa giberelin disintesis lewat lintas alam melavonik dalam pucuk yang sedang aktif tumbuh dan biji-biji yang sedang berkembang. Giberelin telah terbukti terlibat dalam banyak proses fisiologi tumbuhan, namun marga dan jenis tanaman serta faktor-faktor lain akan menentukan giberelin khusus mana yang paling efektif dalam meningkatkan suatu respon tertentu.

Metabolisme Giberelin
Giberelin adalah senyawa isoprenoid, khususnya berupa diterpen yang disintesis dari unit asetat asetil koenzim A melalui lintasan asam melavonat (Salisbury dan Cleon, 1995).
GA3 yang lazim digunakan  tampaknya yang lambat terurai, namun selama pertumbuhan aktif, sebagian besar giberelin dimetabolismekan dengan cepat melalui proses hidroksilasi, yang menghasilkan produk yang tidak aktif (Salisbury dan Cleon, 1995). Giberelin juga dengan mudah diubah menjadi konjugat yang sebagian besar tidak aktif. Konjugat ini mungkin disimpan atau dipindahkan sebelum dilepaskan pada saat dan tempat yang tepat. Konjugat yang dikenal meliputi glukosida yang glukosanya dihubunghkan dengan ikatan eter pada salah satu gugus –OH atau dengan ikatan ester pada gugus karboksil giberelin tersebut. Proses metabolik lainnya ialah perubahan giberelin yang aktif sekali menjadi kurang aktif. Contohnya ialah tajuk cemara Douglas, yang dalam responnya terhadap giberelin menunjukkan sedikit pertumbuhan vegetatif, dapat secara efektif menghidroksilali GA4 menjadi GA34 yang jauh kurang aktif. (Salisbury dan Cleon, 1995 ).
Giberelin disintesis pada organ-organ yang merupakan tempat ditemukannya hormon tersebut. Bila giberelin ditemukan di suatu organ tumbuhan, mungkin giberelin disintesis di tempat itu atau dipindahkan ke tempat itu. Biji yang belum matang mengandung giberelin dalam jumlah yang cukup tinggi dibandingkan bagian tumbuhan lainnya, dan ekstrak bebas sel dari biji beberapa spesies dapat mensintesis giberelin. Beberapa  hasil percobaan menunjukkan bahwa sebagian besar giberelin yang terkandung dalam biji diperoleh dari biosintesis, bukan diangkut ke situ. (Salisbury dan Cleon, 1995)
Daun muda menjadi tempat utama sintesis giberelin seperti halnya auksin. Hipotesis ini sesuai dengan kenyataan bahwa jika ujung tajuk dan daun muda dipangkas dan tunggul batangnya diberi giberelin atau auksin, pemanjangan batangnya terpacu jika dibandingkan dengan batang terpotong yang tidak diberi hormon. Dapat disimpulkan bahwa daun muda biasanya memacu pemanjangan batang karena daun muda mengirim kedua jenis hormon tersebut ke batang. (Salisbury dan Cleon, 1995)
Akar juga mensintesis giberelin, namun giberelin eksogen menimbulkan afek kecil pada pertumbuhan akar, dan akan menghambat pertumbuhan akar liar. Pelukaan pada bagian sistem akar akan menyebabkan konsentrasi giberelin pada tajuk menurun tajam, hal itu menunjukkan bahwa sebagian besar pasokan giberelin pada tajuk berasal dari akar melalui xilem. Akar yang dilukai berulang kali tak dapat memasok air dan hara mineral dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kemampuan tajuk dalam mensintesis giberelin sendiri. (Salisbury dan Cleon, 1995)


Pengaruh Fisiologis Giberelin Terhadap Tanaman
Giberelin telah terbukti terlibat dalam banyak proses fisiologi tumbuhan, namun marga dan jenis tanaman serta faktor-faktor lain akan menentukan giberelin khusus mana yang paling efektif dalam meningkatkan suatu respon tertentu. Giberelin sangat berpengaruh pada sifat genetik (genetic dwarfism), pembungaan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya (Abidin,1990). Giberelin mempunyai peranan dalam mendukung perpanjang sel (cell elongation), aktivitas kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.
            Genetic dwarfism, adalah gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya mutasi gen. Terhadap gejala ini, giberelin mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan dalam eksperimen yang dilakukan oleh Brian dan Hemming (1955) , yaitu dengan memberikan penyemprotan berbagai gibberellic acid pada berbagai varietas kacang dan hasilnya menunjukkan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman yang kerdil menjadi tinggi. (Abidin,1990)
            Cell elongation, dalam hal ini giberelin mendukung pengembangan dinding sel. Penggunaan giberelin akan mendukung pembentukan enzim proteolitik yang akan membebaskan triptopan sebagai asal bentuk dari auksin. Hal ini berarti bahwa kehadiran giberelin tersebut akan meningkatkan kandungan auksin. Mekanisme lainnya menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell elongation , karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan mendukung terbentuknya α amylase (Abidin,1990). Sebagai akibat dari proses tersebut, maka konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik di dalam sel menjadi naik, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.
            Pembungaan, pembentukan bunga pada tumbuhan tergantung pada beberapa faktor, termasuk umur dan keadaan lingkungan. Misalnya perbandingan lamanya siang dan malam sangat berpengaruh pada beberapa spesies. Beberapa spesies hanya berbunga apabila lamanya siang hari melewati titik kritis tertentu, dan yang lainnya hanya berbunga jika lamanya siang hari lebih pendek dari titik kritis tertentu. Giberelin dapat menggantikan hari panjang yang dibutuhkan oleh beberapa spesies hal ini pun menunjukkan adanya interaksi dengan cahaya (Salisbury dan Cleon, 1995). Giberelin juga memenuhi kebutuhan beberapa spesies pada saat musim dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar berbunga lebih awal (vernalisasi).
            Perilaku tertentu tumbuhan biasa dianggap sebagai respon terhadap bermacam-macam rangsangan yang mempengaruhi tumbuhan. Rangsangan itu bisa eksternal atau bisa merupakan internal sebagai akibat dari proses metabolik atau proses melanjutkan keturunan. Faktor-faktor pertumbuhan melalui kontrol terhadap sel dan aktivitas jaringan adalah pengatur tumbuhan sebagai satu kesatuan.(Heddy,1996)
























DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Zainal.1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuhan. Bandung :Angkasa.

Adimihardja, Abdurachman.2009. Strategi Mempertahankan Multifungsi Pertanian di Indonesia. Tersesdia pada www.plantasia.com (diakses tanggal 5 Maret 2010)

Amay.2009.Sinar Bio Genetik.Tersesdia pada www.biofir.com (dikses tanggal 5 Maret 2010).

Anonim.2009.Gibberellin.Tersedia pada www.wikimedia.com (diakses tanggal 5 Maret 2010).

Arnyana, IBP.2007. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian. Denpasar : Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Budiarto,K.,Yoyo, S.,Ruud,M. & Sri, W.2006. Budidaya Krisan Bunga Potong. Tersedia pada http:// www,litbanghotikultura.go.id  (diakses tanggal 3 November 2009 )

Campbell ., Reece. & Mitchell.2003. Biologi. Jakarta : Erlangga.

Chusnul. 2007. Peluang Investasi Budidaya Krisan. Tersedia pada http://www.wordpress.com   (diakses tanggal 3 Noevember 2009)

Cronquist,A.1981. An Integrated System of Clasification of Flowering Plants. New York : Columbia University Press.

Cumming, R.W. 1964. The Chrysanthemum Book. D. Van Nostrand Comp. Inc. New Jersey.

Dimech, A. 2006. Photoperiod: the length of day. The Story of Flowers, Why Plants Flower When They Do. Tersedia pada www.adonline.id.au  (diakses tanggal 10 November 2009).

Gardner, F.P., R.B. Pearce, Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hanafiah, Kemas Ali. 2003.Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Harjadi,Sri Setyati.2009.Zat Pengatur Tumbuhan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Heddy,Suwarsono.1996.Hormon Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
-------. Suwarsono.1987. Ekofisiologi Pertanaman. Bandung : Sinar Baru.

Jumin,Hasan Basri.1992. Ekologi Tanaman Suatu Pendekatan Fisiologis.Jakarta : Rajawali Pers.

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp. tanpa tahun. Krisan (C. morifolium Ramat, C. indicum, C. daisy) (online). http://amiere.multiply.com/journal/item/117/Budidaya_Bunga_Krisan_C._morifolium_Ramat_C._indicum_C._daisy, diakses 9 April 2010).

Lakitan,Benyamin.2001.Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Khristyana, Lya., Endang Anggarwulan.,dan MArsusi. 2005. Pertumbuhan Kadar Saponin dan Nitrogen Jaringan Tanaman Daun Sendok (Plantago major L.) Pada Pemberian Asam Giberelat (GA3). Surakarta : Jurusan Farmasi Universitas Sebelas Mater ( UNS).

Muhit,Abdul.2007. Teknik Produksi Tahap Awal Benih Vegetatif Krisan (Chrysanthemum morifolium R.). Tersedia pada www. Balithi.Litbang.depten .go.id  (dikases 3 November 2009).

Nurhalisyah, 2007. Pembungaan Tanaman Krisan (chrysanthenum sp.)
Pada Berbagai Komposisi Media Tanam. Jurnal Agrisistem, Desember 2007, Vol. 3 No. 2  Hlm. 102-105. ISSN 1858-4330.

Oryza.2008. Agribisnis Bunga Krisan. Tersedia pada http://www.multiply.com/journal/item/9/Agribisnis_Bunga_Krisan (diakses tanggal 3 November 2009).

Purwanto, Arie W dan Tri Martini.2009. Krisan Bunga Seribu Warna. Yogyakarta : Kanisisus.

Pusat penelitian dan Pengembangan Hortikultura [PUSLITBANGHORTI]. 2006. Budidaya Krisan Bunga Potong Prosedur Sistem Produksi (online). Dipublikasi di http://www.kennisonline.wur.nl/NR/rdonlyres/DFE5D50E-A530-48F6-9660-63421045384B/42658/Book1.pdf, diakses 9 April 2010).

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Rai,I Gst. Ngr., Wijana Nyoman.,dan Arnyana,I.B.P. 1998. Buku Ajar Ekologi Tumbuhan. Singaraja : STKIP Singaraja.

Salisbury,Frank B. Dan Cleon W. Ross.1995. Fisisologi Tumbuhan Jilid 3 (Terjemahan). Bandung : ITB.
Sanjaya, L., R. Meilasari, dan K. Budiarto. 2004. Pengaruh Nitrogen dan Gibberellin Pada Dua   Sistem Pembudidayaan Tanaman Induk Krisan. Prosiding Seminar Nasional Florikultura. hlm. 228- 236. Tersedia pada www. Balithi.Litbang.depten .go.id  (dikases 3 November 2009).

Sarna,Ketut.,Putu Budu Adnyana, dan I.G.A.N. Setiawan. 2007. Buku Ajar Fisiologi Tumbuhan Bermuatan Local Genius. Singaraja : Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Mipa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Sastrosupadi, Adji.2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta:Kanisius.

Sunu,Pratignja dan Wartoyo.2006.Buku Ajar Dasar Hortikultura.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Widiastuti,Libria.2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar Daminosida Terhadap Petumbuhan dan Pembungaan Tanaman Krisan Dalam Pot (Chrysanthemum morifolium R) Vol. 11, No 2. Tersedia pada http://agrisci.ugm.ac.id/vol11_2/no4_krisan.pdf  (diakses tanggal 9 Oktober  2009).

Wilkins.Malcolm B. 1992.Fisiologi Tanaman.(Terjemahan). Jakarta : Bumi Aksara.
Yatim, Wildan. 2007. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.