Hukum pidana merupakan hukum yang masuk kedalam kategori
hukum publik, yaitu : hukum yang mengatur kepentingan umum. Hukum pidana
sendiri memiliki pengertian, yaitu : Hukum yang mengatur tentang
perbuatan-perbutan yang dilarang oleh undang-undang beserta ancaman hukuman
yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggarnya.
Hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini,
belumlah merupakan hukum yang asli lahir dan dibuat oleh bangsa kita sendiri,
melainkan warisan peninggalan bangsa Belanda dahulu. KUHP kita sekarang ini
masih merupakan terjemahan daripada KUHP Belanda (Wetboek van Strafrech).
HUKUM PIDANA ADAT
Pada masa kerajaan nusantara banyak kerajaan yang sudah mempunyai perangkat aturan hukum. Aturan tersebut tertuang dalam keputusan para raja ataupun dengan kitab hukum yang dibuat oleh para ahli hukum.
Hukum pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum
pidana modern. Hukum pada zaman dahulu kala belum memegang teguh prinsip
kodifikasi. Aturan hukum lahir melalui proses interaksi dalam masyarakat tanpa
ada campur tangan kerajaan. Hukum pidana adat berkembang sangat pesat dalam
masyarakat.
Hukum adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tajam antara
hukum pidana dengan hukum perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum
perdata yang bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber
dari sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia.
Di beberapa wilayah tertentu, hukum adat sangat kental
dengan agama yang dijadikan agama resmi atau secara mayoritas dianut oleh
masyarakatnya. Sebagai contoh, hukum pidana adat Aceh, Palembang, dan Ujung
Pandang yang sangat kental dengan nilai-nilai hukum Islamnya. Begitu juga hukum
pidana adat Bali yang sangat terpengaruh oleh ajaranajaran Hindu.
Di samping hukum pidana adat mengalami persentuhan dengan
agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk, karakteristik lainnya adalah bahwa
pada umumnya hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang
tertulis. Aturan-aturan mengenai hukum pidana ini dijaga secara turun-temurun
melalui cerita, perbincangan, dan kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di
wilayah yang bersangkutan.
HUKUM PIDANA MASA KOLONIAL
Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan.
1.
Zaman
VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Tahun 1602-1799
Masa pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa
Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya
beberapa peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie).
VOC sebenarnya adalah kongsi dagang Belanda yang diberikan
"kekuasaaan wilayah" di Nusantara oleh pemerintah Belanda. Hak
keistimewaan VOC berbentuk hak octrooi Staten General yang meliputi monopoli
pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan
kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang.
Pemberian hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC
memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara. Dalam usahanya untuk
memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturanaturan yang dibawanya dari Eropa
untuk ditaati orang-orang pribumi.
2. Zaman Belanda
Sebagai diketahui dari tahun 1811 sampai tahun 1814
Indonesia pernah jatuh dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan
Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembaljkan kepada
Belanda. Pemerintahan Inggris diserahterimakan kepada Komisaris Jenderal yang
dikirim dari Belanda.
3. Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada
hakekatnya hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon)
memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei
melalui Osamu Seirei.
Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu
Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa
semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari
pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak
bertentangan dengan pemerintahan militer.
HUKUM PIDANA PASCA KEMERDEKAAN
Pasca Kemerdekaan
Keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan sesudah
proklamasi kemerdekaan. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal
18 Agustus 1945 mengatakan :
"Segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini."
Barulah dengan Undang—Undang Nomor 1 Tahun 1946 diadakan
perubahan yang mendasar atas WvSI.
Ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tersebut bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai 1946) iaiah hukum
pidana yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan
penambahan yang disesuaikan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dengan nama Wetboek van Srrafrecht mor Nederlandsch Indie
diubah menjadi Wetboek van Strufrechz yang dapat disebut Kitab Undang -
Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk
seluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, maka hilanglah
dualisme berlakunya dua macam undang-undang hukum pidana di Indonesia.
HUKUM PIDANA NASIONAL
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, yakni mengenai bab
tentang sejarah hukum pidana Indonesia pasca kemerdekaan. Sekarang saya akan
menguraikan kembali tahap demi tahap sejarah hukum nasioal Indonesia
1.
Tahun
1945-1949
Seperti yang telah dijelaskan di atas, dengan
diproklamirkannya negara Indonesia sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan berdaulat.
Oleh karena itu, untuk mengisi kekosongan hukum (rechts
vacuum) karena hukum nasional belum dapat diwujudkan, maka UUD 1945
mengamanatkan dalam Pasal II Aturan Peralihan agar segala badan negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang - Undang Dasar ini.
2. Tahun 1949-1950
Tahun 1949-1950 negara Indonesia menjadi negara serikat,
sebagai konsekuensi atas syarat pengakuan kemerdekaan dari negara Belanda.
Dengan perubahan bentuk negara ini, maka UUD 1945 tidak berlaku lagi dan
diganti dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Sebagai aturan
peralihannya, Pasal 192 Konstitusi RIS menyebutkan
Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan
tata usaha yang sudah ada pada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku
dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketntuan
Republik Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekadar peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang
dan ketentuanketentuan tata usaha atas kuasa Konstitusi ini.
3.
Tahun 1950-1959
Setelah
negara Indonesia menjadi negara yang berbentuk negara serikat selama 7 bulan 16
hari, sebagai trik politik agar Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, maka
pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara
republik-kesatuan.
Dengan
perubahan ini, maka konstitusi yang berlaku pun berubah yakni diganti dengan
UUD Sementara. Sebagai peraturan peralihan yang tetap memberlakukan hukum
pidana masa sebelumnya pada masa UUD Sementara ini, Pasal 142 UUD Sementara
menyebutkan :
"Peraturan-peraturan undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tatausaha yang sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1050,
tetap berlaku dengan tidak berubah sebagai peraturan-peraturan dan
ketentuanketntuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar
peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau
diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang
Undang Dasar ini".
4. Tahun
1959-sekarang
Setelah
keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi
mengenai berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara
kesatuan yang berbentuk republik dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya.
Oleh
karena itu, Pasal II Aturan Peralihan yang memberlakukan kembali aturan lama
berlaku kembali, termasuk di sini hukum pidananya. Pemberlakuan hukum pidana
Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun kemudian berlanjut sampai
sekarang.
dari berbagai sumber