Proses
penilaian hasil belajar Salah satu tugas dalam
profesi keguruan adalah melakukan penilaian terhadap setiap kegiatan yang
terselenggara dalam proses pembelajaran. Hal ini berpangkal dari suatu fakta
yang bersifat kondrati tentang keingintahuan dari setiap manusia mengenai wujud
dari hasil aktivitas yang telah diselenggarakannya, baik yang berdimensi
kuantitas maupun yang mengarah pada aspek kualitas. Dengan demikian, penilaian
dalam proses pembelajaran merupakan sebuah komponen yang tidak dapat
disangsikan fungsi dan peranannya. Dengan kata lain bahwa kegiatan penilaian
adalah sebuah bagian yang integral dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Aktivitas penilaian memiliki signifikansi dengan proses pendidikan, khususnya
yang berkenaan dengan kegiatan pembelajaran. Tanpa ada komitmen dan kemampuan
yang relevan dengan proses penilaian itu, maka pendidikan yang diharapkan untuk
memanusiakan manusia memungkinkan dapat beralih fungsi menjadi sebuah prosedur
yang menafikan aspirasi dan kreatifitas peserta didik. Oleh karena itu, guru
selaku pelaksana pendidikan dan pengajaran di sekolah dituntut untuk selalu
memperbaharui ilmu pengetahuannya agar sejalan dengan kemajuan yang ada dalam
masyarakatnya. Pembaharuan yang harus dilakukan guru tidak saja yang bersifat
intern, seperti tuntutan profesionalitas selaku pengemban profesi keguruan.
Tetapi juga pembaharuan yang bersifat ekstren, seperti memiliki gerak yang
dinamis dalam masyarakatnya. Dengan demikian seorang guru adalah inovator di
dalam lembaganya juga motivator bagi masyarakatnya.
Penilaian merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi
keguruan, yakni kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai sejauh mana
ia telah mampu memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya.
Kiranya perlu dicatat bahwa dalam usaha pencapaian tujuan selalu terdapat
jurang pemisah (gap) antara tujuan dan hasil yang dicapai. Karena itu,
usaha-usaha yang serius harus dilakukan untuk :
1. Menentukan tujuan yang realistis dan
pragmatis.
2. Menentukan standard kualitas pekerjaan yang diharapkan.
3. Meneliti sampai pada tingkat apa standard yang telah ditentukan itu
dapat dicapai.
4. Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, baik
penyesuaian rencana, pelaksanaan maupun cara memotivasi serta pengawasan.
Penyesuaian dapat pula ditujukan terhadap tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (Siagian, 1981 : 141).
Kriteria di atas merupakan komponen-komponen yang perlu mendapatkan
perhatian dalam setiap aktivitas proses penilaian. Artinya bahwa setiap
kegiatan penilaian harus selalu tertuju pada ketentuan-ketentuan tersebut.
Dalam pendidikan, orang mengadakan evaluasi (penilaian) dapat memenuhi dua
tujuan, yaitu :
(a) Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang didik setelah si
terdidik tadi menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu.
(b) Untuk mengetahui tingkat efesiensi metode-metode pendidikan yang
dipergunakan pendidikan selama jangka waktu tertentu (Buchari, 1983 : 7).
Berpangkal dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses penilaian
dalam lembaga-lembaga pendidikan formal pada dasarnya ditujukan untuk
mendapatkan informasi mengenai jarak antara situasi yang ada dengan kondisi
yang diharapkan untuk memperoleh data yang akan memberikan gambaran tentang harapan-harapan
yang tertuang dalam tujuan pembelajaran seperti yang ditetapkan sebelumnya.
Tanpa ada kegiatan penilaian tidak akan mungkin seorang guru dapat
mengembangkan atau memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan karena
tidak tersedianya informasi yang akurat tentang kelebihan/keuntungan maupun
kekurangan/kelemahan dari berbagai praktik-praktik yang telah dilakukannya di
dalam proses pembelajaran itu sendiri. Demikian pula bahwa dengan kegiatan
penilaian akan diperoleh data tentang sejauhmana penguasaan peserta didik
terhadap bahan yang telah tersaji dalam interaksi belajar mengajar dan
sekaligus juga dapat diketahui efektifitas dan efesiensi program pengajaran
yang telah dilakukan.
Penilaian dalam proses belajar bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.
Karena tujuan pendidikan pada umumnya bersifat kompleks, maka penilaiannya pun
tidak mungkin sederhana. Dalam menilai tujuan yang hendak dicapai perlu
diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut.
a. Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian.
b. Hasil belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan.
c. Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk
diamalkan.
d. Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta
yang dilaksanakan dalam kegiatan sehari-hari (Rusyan, 1989 : 2010 – 2011).
Apabila diperhatikan beberapa aspek yang perlu
dicermati dalam proses penilaian sebagai bidang garapan guru di sekolah, maka
dapat dinyatakan pula bahwa pada hakekatnya kegiatan penilaian itu harus
berorientasi pada ketiga aspek tujuan pendidikan, yakni aspek kongnitif,
afektif dan psikomotor.
Di dalam perkembangan lembaga-lembaga pendidikan
formal, di mana sampai saat ini masih harus diakui bahwa terdapat ketimpangan
yang sangat mendasar yang dilakukan oleh para guru di sekolah tentang
pelaksanaan penilaian, dimana guru-guru pada umumnya tidak memahami kualitas
tes atau alat yang disusunnya.
Umumnya guru-guru yang melaksanakan tugas-tugas
keguruan, pada setiap jenjang pendidikan dapat dikatakan memiliki berbagai
keterbatasan kemampuan, baik yang disebabkan katena faktor intern dari
guru-guru yang bersangkutan maupun yang disebabkan oleh keterbatasan fasilitas
untuk berbuat secara optimal sesuai dengan tuntutan dari perkembangan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itu, tidak sedikit para ahli pendidikan
yang memiliki asumsi bahwa guru-guru di lapangan masih belum mampu
mengoptimalkan antara potensi yang dimilikinya dengan kenyataan-kenyataan yang
semestinya dikerjakan. Salah satu di antaranya, sebagaimana dipaparkan di bawah
ini.
Diakui
atau tidak dan disadari atau tidak, praktik penilaian pendidikan yang
berkembang sampai saat ini masih banyak mengalami kendala, hal ini bersumber
dari ketidakmampuan akademis dari guru yang bersangkutan untuk melaksanakan
proses penilaian di bidang tersebut. Dengan kata lain, guru kurang memahami
penilaian secara mendalam. Kebanyakan guru tidak memiliki latar belakang
pendidikan formal secara khusus dalam penilaian pendidikan. Di sebagian
perguruan tinggi atau lembaga penghasil tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan, kajian tentang penilaian pendidikan hanya diperoleh melalui
beberapa mata kuliah saja atau bahkan satu mata kuliah saja. Sehingga bukanlah
hal yang mengejutkan jika sebagian guru menggunakan tes yang sama dari tahun ke
tahun. Sebagian guru bahkan berendapat bahwa mereka memberikan tes sebagaimana
tes yang mereka terima. Hal ini dapat dibenarkan sepanjang guru menggunakan tes
yang benar-benar baku dan dilakukan dengan cara yang baku pula. Namun terkadang
guru menggunakan tes yang tidak dapat dijamin standarisasinya, dan tes yang
cenderung sama digunakan dari tahun ke tahun (Supranata, 2004 : 70).
Setiap
guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai para siswa,
baik secara iluminatif-observatif maupun secara struktural-objektif. Makna dari
kedua cara penilaian tentang kemajuan belajar tersebut, seperti terurai berikut
ini.
Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan
dengan pengamatan yang terus-menerus tentang perubahan dan kemajuan yang
dicapai siswa. Sedangkan penilaian secara
struktural-objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai yang
biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. Sungguhpun masih
banyak kekurangan dan kelemahan, penilaian cara yang kedua
(struktural-objektif) telah biasa digunakan oleh para guru. Namun penilaian
cara yang pertama (iluminatif-observatif) masih belum biasa digunakan guru
disebabkan kemampuan dan kesadaran akan pentingnya penilaian tersebut belum
membudaya (Sudjana, 1989 : 21 – 22).
Dengan pendapat tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan
bahwa masih terbatasnya kemampuan akademik dari para guru di dalam
lembaga-lembaga pendidikan formal merupakan suatu kendala yang pasti untuk
menuju pada kualitas pembelajaran yang relevan. Di samping itu, masih ada
kecenderungan-kecenderungan negatif pada diri guru.
Tidak ada usaha yang lebih baik selain usaha untuk
meningkatkan mutu tes atau non-tes yang disusunnya.
Namun
hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang untuk beranggapan
bahwa yang menjadi hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya
sudah cukup. Guru yang sudah banyak pengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal
tes/non-tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna
(Arikunto, 1987 : 199).
Gejala-gejala yang
digambarkan di atas, pada dasarnya meliputi hampir semua pengemban profesi
guru, sehingga pada akhirnya berdampak langsung pada semua mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah, terutama dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang
berorientasi pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Bertitik tolak dari fakta-fakta teori yang ada, maka
perlu adanya suatu kegiatan penalaran yang dapat menjelaskan secara sistematis
tentang kemampuan guru mata pelajaran dalam penilaian ranah kognitif, afektif
dan psikomotor, baik yang dilakukan oleh guru itu sendiri maupun pihak lainnya
PROSEDUR PENILAIAN
1.
Kajian
Materi Pembelajaran
Tahap
pertama yang harus dilakukan Gadik
sebagai penilai adalah mempelajari dan mengkaji
materi pembelajaran dari satu atau lebih kompetensi dasar. Kajian materi
ini dapat dilakukan melalui beberapa referensi untuk memperoleh bahan secara
komprehensif dari beragam sumber dengan bertolak pada kompetensi yang
diharapkan.
2.
Memilih
Teknik Penilaian
Tahap
kedua Gadik memilih atau menentukan
teknik penilaian sesuai dengan kebutuhan pengukuran. Secara garis besar,
teknik penilaian dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu penilaian melalui tes dan non tes. Pusdik dan sekolah
biasanya para Gadik banyak menggunakan
teknik pertama, yaitu dengan tes. Dalam menentukan keakuratan perlu dipertimbangkan pemilihan teknik, yaitu
tingkat ke-akurat-an dan kepraktisan penyusunan dalam setiap butir soal.
Pemberian nilai dengan cara tes lebih mudah dibandingkan dengan non tes.
Tahap ketiga merumuskan dan membuat matrik kisi-kisi
sesuai dengan teknik penilaian yang telah ditentukan. Kisi-kisi merupakan
deskripsi mengenai informasi dan ruang lingkup dari materi pembelajaran yang
digunakan sebagai pedoman untuk menulis soal atau matriks soal menjadi tes. Pembuatan
kisi-kisi memiliki tujuan untuk menentukan ruang lingkup dalam menulis soal agar
menghasilkan perangkat tes yang sesuai dengan indikator.
Kisi
kisi dibuat berdasarkan kompetensi dasar
dan indikator yang ingin dicapai serta bentuk tes yang akan diberikan
kepada peserta didik. Tes dapat berbentuk tes objektif benar-salah,
pilihan ganda atau tes uraian
serta non tes berupa penilaian afektif dan psikomotorik.
Kisi-kisi berfungsi sebagai pedoman
dalam penulisan soal dan perakitan tes. Dengan adaya kisi-kisi penulisan soal menjadi terarah, komprehensif dan representatif.
Dengan pedoman kepada kisi-kisi penyusunan soal menjadi lebih mudah dan dapat
menghasilkan soal-soal yang sesuai dengan tujuan tes.
1. Syarat
penyusunan Kisi – kisi adalah,
a. Dapat
mewakili isi silabus atau kurikulum.
b. Komponen-komponennya
rinci, jelas dan mudah dipahami.
c. Materi yang hendak ditanyakan dapat
dibuat soalnya sesuai bentuk soal yang ditetapkan.
d. Sesuai
dengan indikator.
2. Komponen
kisi – kisi terdiri dari:
1) Komponen
Identitas
2) Jenis
Pendidikan dan jenjang Pendidikan.
3) Mata
pembelajaran.
4) Tahun
ajaran.
5) Jumlah
soal.
6) Bentuk
soal.
7) Standar
Kompetensi.
8) Kompetensi
Dasar.
9) Indikator
Dalam pembuatan kisi-kisi
harus memenuhi kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik yang mengacu kepada teori Bloom sebagai berikut:
1. Cakupan yang diukur
dalam ranah Kognitif adalah:
a. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang
untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah,
definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
b. Pemahaman (C2)
yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang
sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan,
memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c. Penerapan
(C3), yaitu kemampuan
berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip,
simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan,
menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
d. Analisis (C4), Kemampuan berfikir
secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci.
Ditandai dengan kemampuan membandingkan,
menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
e. Sintesis
(C5),
Kemampuan berpikir untuk memadukan
konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai
dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan,
menghubungkan, mengkhususkan.
f.
Evaluasi
(C6), Kemampuan
berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai,
metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu
sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai,
menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
2. Aspek Afektif
Aspek afektif tidak dapat diukur seperti halnya
ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
- Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
- Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
- Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
- Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
- Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya
3. Aspek
Psikomotorik
Psikomotorik meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar
fundamen, (3) keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi
visual, diskriminasi auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual
yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6)
komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan
ekspresif, gerakan interprestatif.
Berikut ini contoh pembuatan kisi-kisi dalam bentuk matrik dengan bentuk tes
objektif yang bervariasi dan nomor soal dibuat berurutan sesuai dengan bentuk
soal dan indikator.
4.
Penulisan
Butir Soal
Tahap
keempat, Gadik menulis dan membuat butir-butir soal
yang sesuai dengan kisi-kisi dan bentuk
soal yang telah ditentukan. Bila
Gadik menggunakan teknik non tes, maka diperlukan untuk
membuat pedoman pengisian instrumen.
Misalnya untuk
observasi atau wawancara.
5.
Penimbangan/Reviewe
Dalam tahap ini, butir soal dan atau pedoman yang telah
disusun Gadik, ditimbang secara rasional (analisis rasional oleh Gadik) ; dibaca,
ditelaah dan dikaji kembali butir-butir
soal dan atau pedoman yang dibuat telah memenuhi persyaratan.
6.
Perbaikan
Pedoman
diperbaiki sesuai dengan hasil penimbangan, bagian-bagian mana yang
perlu dikurangi atau ditambah kalimat atau kata-katanya perbaikan inipun
biasanya didasarkan kepada pemikiran peserta didik untuk memahami isi dari
kalimat yang diberikan, hal ini mengandung arti bahwa kalimat yang disusun
hendaknya mudah di pahami oleh para
peserta didik . .
7.
Uji-coba
dan Penggandaan.
Uji-coba terhadap tes/soal yang dibuat adalah untuk
menentukan apakah butir soal yang dibuat telah memenuhi criteria yang dituntut,
sudahkah mempunyai tingkat ketetapan, ketepatan, tingkat kesukaran dan daya
pembeda yang memadai. Untuk bentuk non tes kriterianya dituntut adalah tingkat
ketepatan (validitas) dan ketetapan (reliabilitas) sehingga diperoleh perangkat
alat tes ataupun non tes yang baku (standar)
8.
Diuji
(diteskan)
Setelah diperoleh perangkat alat tes ataupun non tes yang
memenuhi persyaratan sudah barang tentu perangkat alat ini diorganisasikan,
disusun berdasarkan pada bentuk-bentuk atau model-model soal bagi perangkat
tes, dan untuk perangkat non tes.Setelah perangkat tes maupun non tes
digandakan kemudian siap untuk diujikan.
9.
Pemberian
Skor
Lembar jawaban
peserta didik dikumpulkan dan disusun berdasarkan nomer induk peserta didik
untuk memudahkan dalam memasukkan skor peserta didik. Kemudian dilakukan pemberian skor sesuai dengan kunci jawaban,
sehingga diperoleh skor setiap peserta
didik. Untuk bentuk soal objektif diberi skor 1 jika benar dan 0 jika salah,
sedangkan skor bentuk essay bergantung kepada tingkat kesulitan soal. Untuk
menafsirkan siapa yang lulus dan tidak lulus
bergantung pada batas lulus yang dipergunakan oleh Gadik.
10.
Putusan.
Setelah pengelolaan, sampai pada menafsirkan, Gadik memperoleh putusan akhir dari kegiatan
penilaian. Putusan yang diambil diharapkan obyektif sesuai dengan aturan.
PENILAIAN
PSIKOMOTORIK
Psikomotorik
meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan
perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi
auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4)
keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa
bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Penilaian
psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika praktik, kegiatan
diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan
ALINS ketika belajar.
Observasi
dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan kisi-kisi
tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar
memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman
yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian
mengenai tingkah laku yang tampak
untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda cek (V) pada
kolom jawaban hasil observasi.
Tes
untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan atau
kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut
dapat berupa tes paper and
pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan
melalui tes ini, jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang
dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga peserta didik dapat dinilai tentang
penguasaan keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan atau berperaga
seolah-olah menggunakan suatu alat yang
sebenarnya.
2) Tes
unjuk kerja (work sample)
Kegiatan
psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui
apakah peserta didik sudah menguasai/terampil menggunakan alat tersebut.
Misalnya dalam melakukan praktik pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan
yang sebenarnya.
Tes simulasi dan tes unjuk kerja,
semuanya dapat diperoleh dengan observasi langsung ketika peserta didik
melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale). Psikomotorik
yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang
dari sangat baik, baik, kurang, kurang,
dan tidak baik
PENGEMBANGAN INSTRUMEN OBSERVASI
a
Hal yang
diperhatikan dalam mengembangkan butir tes keterampilan :
§ Mengacu indikator kompetensi yang dikembangkan.
§ Mengidentifikasi langkah kerja yang diobservasi.
§ Menentukan model skala yang dipakai, yakni rating
scale atau check list.
§ Membuat rubrik/pedoman penskoran yang dilengkapi dengan
kategorisasi keberhasilan kompetensi yang dikembangkan.
§
Penilaian Afektif
Ranah
afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan Karakteristik
suatu nilai.
Skala
yang digunakan untuk mengukur ranah afektif
seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya
adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni
kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan
perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan
dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu,
sikap selalu bermakna bila dihadapkan
kepada objek tertentu.
Skala
sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah
pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh
sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala
Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik
pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju,
setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Sebagai contoh
dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
NO
|
PERNYATAAN
|
SS
|
S
|
R
|
TS
|
STS
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
SS : sangat
setuju
S : setuju
R : tidak
punya pendapat/ ragu-ragu
TS : tidak
setuju
STS : sangat
tidak setuju
Beberapa petunjuk untuk menyusun Skala Likert
a)
Tentukan
objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan skala
tersebut.
b)
Lakukan
analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimensi variabel,
lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
c)
Dari
setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang
berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek
d)
Susunlah
pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori, yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
Tahapan
mengembangkan kisi-kisi instrumen afektif adalah sebagai berikut:
- pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap
- tentukan indikator sikap
- pilih tipe skala yang digunakan, misalnya; skala Likert dengan lima skala, seperti sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.
- Tentukan nomor butir soal sesuai dengan indikator sikap
- Buatlah kisi-ksi instrumen dalam bentuk matrik
- telaah instrumen oleh teman sejawat atau ahli di bidangnya;
- perbaiki instrumen sesuai dengan hasil telaah instrumen oleh teman sejawat/ahli dengan memperhatikan kesesuaian dengan indikator
No comments:
Post a Comment